Nasi Minyak
Nasi minyak bisa dikatakan udah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jambi. Terutama di kota Jambi sendiri. Waktu kecil dulu, aku suka sekali kalo Ibuku bawa aku ke acara yang ada nasi minyaknya. Aku akan bisik-bisik ke Ibuku supaya nasiku di tambah...gak heran, dari kecil aku emang gembul koq...hihihihi... Biasanya nasi minyak di sajikan di acara-acara penting, seperti akikah, sunatan hingga pernikahan. Temannya nasi minyak, paling umum adalah kari, tapi di acara-acara hajatan, tentu saja tidak sekedar di sajikan dengan kari dan sambal nenas seperti di warung, tapi ada malbi, rendang, sambal goreng kacang panjang, dan acar ketimun, komplit dah! Pendampingnya tergantung daerahnya, di kampung Papaku di Matagual, pake daging masak itam (mesti belajar nih!). Kalau datang ke acara di seberang kota Jambi, aku suka makan nasi minyak dengan tepek ikan khas daerah itu....humm...yum! yum! (masih nunggu teman yang orang seberang minta resep tepek ikan dari nyokapnya...hihihihi).
Kalau di rumahku, urusan nasi minyak selalu diserahkan ke Mudo Tarmizi (Mudo=Paman), beliau masih keluarga Papaku. Udah dari jaman aku SD, Ibuku hanya percaya dengan mudo Mizi (panggilan beliau) untuk nasi minyaknya. Tiap ada acara, mudo Mizi selalu dipanggil ke rumah. Sudah ada tungku dan panci besar yang disiapkan khusus untuk bikin nasi minyak ini. Dengan gesitnya, mudo Mizi udah belanja bahan dan menyiapkan kayu bakarnya. Begitu pula kalau keluargaku bikin acara di dusun, mudo Mizi-pun akan di bawa serta beserta peralatannya. Walaupun sejak Ibuku udah gak ada, kami mulai memakai jasa catering (kalo dulu Ibuku selalu masak sendiri, berapapun jumlah tamunya *love you Bu!*), kami hanya pesan lauk pauk saja karena untuk nasi minyak, hingga kini masih dibuat oleh mudo Mizi di samping rumahku. Nasi minyak ada beberapa versi, ada yang warnanya kuning, ada yang kemerahan dan ada yang kecoklatan. Nasi minyak buatan mudo, termasuk yang berwarna kecoklatan. Aku dan abang-abangku selalu merasa nasi minyak buatan beliau memang yang paling enak.
Di hari-hari tertentu seperti pembukaan ataupun penutupan pengajian, juga pada hari besar Islam (seperti maulid Nabi Muhammad dan Isra' Mi'raj), acara pengajian di rumah menjadi lebih panjang karena penceramahnya akan lebih dari satu orang. Hidangannya pun akan beda dari biasanya. Di hari itu, yang di sajikan yaitu nasi minyak dan lauk pauknya. Begitu pula hari Selasa lalu, karena udah mau puasa, pengajian di rumah ditutup sementara, dan akan di buka lagi setelah lebaran nanti. Mudo Mizi sudah diberi tahu jauh-jauh hari (kebetulan beliau aktif di pengajian juga) untuk membuat nasi minyak, katering juga sudah di hubungi. Aku, abang-abangku dan ipar-iparku diwanti-wanti oleh Papaku untuk bantu-bantu di hari penutupan itu. Karena seperti biasanya, tiap kali penutupan ataupun pembukaan pengajian, peserta pengajian yang hadir akan lebih banyak dari biasanya. Saat begitu, Papaku paling alergi kalau makanan kurang. Dia bisa bete berat kalo ada tamu yang tidak kebagian makanan.
Ternyata, jumlah jamaah yang datang melebihi perkiraan. Biasanya berjumlah ratusan orang, di acara penutupan Selasa lalu jauh melampaui angka seribu orang. Alhamdulillah, tentu saja ini merupakan berkah untuk keluargaku. Di tengah-tengah acara, mudo Mizi diajak kak Ika keluar untuk melihat jumlah tamu yang membludak, karena sepertinya pesediaan nasi tidak mencukupi, mudo minta tambah 3 karung beras lagi yang tinggal di jemput di toko milik keluargaku. Untuk tambahan lauknya, cukup dibeli dari beberapa rumah makan. Alhamdulillah, hingga akhir acara, baik nasi maupun lauk-pauk, cukup untuk semuanya. Salut banget sama mudo Tarmizi yang sempat masak nasi putih dari 3 karung beras (60 kg) yang selesai tepat saat waktunya makan.
Selesai acara, aku dan kak Ika ngebayangun sepertinya asik juga kalo bisa bikin sendiri. Tentu saja, bukan untuk skala besar seperti mudo Mizi (kalo itu, ya jelas gak gampang, karena teknisnya pasti beda), tapi untuk di kosumsi di rumah aja, kalo lagi kangen nasi minyak. Kita sepakat buat nanya langsung sama ahli-nya, ya mudo Tarmizi sendiri. Hari Kamis pagi, waktu aku dan kak Ika ngobrol di ruang tengah, mudo Mizi-pun muncul, ikutan ngobrol bareng. Kak Ika langsung nanya resep nasi minyak. Ternyata mudo gak pelit resep, beliau langsung nyebutin bahan-bahan dan caranya yang langsung di catat sama kak Ika. Tapi karena mudo biasa bikin dalam jumlah banyak, resepnya pun per-20 kg-an. Kita sempat ketawa geli ketika mudo bingung menjelaskan soal takaran, banyak yang sulit untuk di tebak jumlah pastinya. Misalnya, untuk garam, mudo pake ukuran genggam, tentu saja ukuran genggaman tangan mudo Mizi sendiri, dengan polosnya mudo menerangkan kalo genggamannya keatas, bukan genggam kebawah karena nanti jumlahnya akan beda...hahahahaha....
Mendengar suara kami, Papaku keluar dari kamar, ikutan duduk dan mulai bicara soal persiapan penutupan pengajian di dusun hari Jum'at lalu. Sayang banget mudo Mizi hari Jum'at itu udah di-booking buat masak di acara orang lain. Semula Papa minta aku dan kak Ika belanja bahan untuk di masak di dusun. Tapi karena jalan sedang jelek-jeleknya, biasanya ke dusun cuma 2 jam, sekarang bisa hampir 4 jam, khawatir bahan mentahnya gak akan segar lagi sampai di sana. Papa setuju lauknya di masak di rumah Jambi aja, lalu di masukkan ke termos-termos besar (Ibuku punya buanyaaaak termos gede, lihat hasil bongkar gudangku di sini). Kata mudo, Ibuku dulu juga pernah begitu, jadi keluargaku yang di dusun cuma masak nasi putih dan nyiapin piring-piring saji saja (di sana, gak pernah prasmanan, selalu di sajikan). Mudo-pun setuju untuk membantu memasak kari yang jadi salah satu lauknya, nanti akan di antarkan ke rumahku Jum'at pagi (kari made-in mudo Tarmizi enak juga lho..).
Hari itu juga aku, kak Ika dan mudo Tarmizi pergi belanja bahan di pasar Angso Duo. Di perjalanan mudo Tarmizi lanjut bercerita tentang pembuatan nasi minyaknya. Untuk bumbunya, mudo menyebutnya "bumbu laut'. Tinggal bilang ke tukang bumbu berapa jumlah beras yang akan dimasak, nanti di buatkan oleh yang jual. Aku sempat lesu karena kalo bumbunya di giling, hopeless dah buat tau campuran bumbunya. Ternyata kata mudo bumbunya utuh, cuma di campur saja, nanti di hancurkan sendiri. Sampai pasar, aku dan kak Ika ogah turun dari mobil. Lha di dalam mobil aja, bau pasarnya udah menyengat banget, belom lagi keliatan becek di sana sini. Pasar Angso Duo ini pasar terbesar di Jambi, tapi udah tua bangeeeet. Terkesan kotor dan baunyaaa...ampun dah. Makin lama makin gak teratur aja. Gak sabar ngeliat pasar ini pindah ke tempat yang layak (udah lama banget cerita pindahnya tapi blom pindah-pindah juga). Ibuku dulu suka belanja di pasar ini, karena apa aja ada, seperti one-stop-shoppinglah...hihihihi... Syukurlah mudo Mizi langsung menawarkan diri buat turun sendiri, jadi kita berdua nunggu di mobil aja, sementara mudo yang belanja belanji...whoa ha ha ha ha...
Mudo Tarmizi ternyata gak cuma beliin kita bumbu laut aja, tapi lengkap dengan minyak sayur, minyak samin, susu dan saos tomatnya sekalian supaya bisa langsung belajar bikin...hahahaha... abis belanja, aku dan kak Ika ke seberang kota nganter mudo Mizi pulang ke rumahnya. Sampai di rumah, gak sabar aku dan kak Ika buka bungkusan "bumbu laut" yang di beli tadi. Bumbu yang di beli untuk 20 kg beras. So, rempah yang udah di campur, kita pisahkan berdasarkan jenisnya, di timbang, lalu di catat. Semua bumbu dibagi 4 (untuk ukuran 5 kg beras), termasuk jumlah minyak samin-nya. Kemarin, kak Ika datang bawa sebaskom nasi minyak buatannya. Rasanya udah mirip dengan buatan mudo Tarmizi (ya gak mungkin sama lah, kan tangannya beda). menurutku udah enak koq. Tapi karena kak Ika pake beras pulen yang ada di rumahnya, nasi minyaknya terasa agak terlalu lembut. Memang saat memberikan resep, Mudo spesifik sekali menyebutkan merk "beras anggur" untuk nasi minyaknya. Aku gak tau di luar Jambi ada apa tidak beras anggur, tapi untuk gambaran, beras anggur ini kalo di masak, gak terlalu nempel satu sama lainnya. Lembut tapi tetap bisa di hambur *bingung nyari kata yang tepat* kira-kira begitulah....
Ngeliat keberhasilan kak Ika bikin nasi minyak kemarin, aku pun jadi penasaran pengen nyoba bikin sendiri juga. Karena kak Ika bikin 5 kg, dan hasilnya banyak banget, bumbu yang sudah di hitung untuk 5 kg beras, aku takar ulang sehingga pas untuk 1 kg beras saja. Saat lagi asik-asiknya ngitung-ngitung bahan siang tadi, mudo Mizi mampir kerumah. Kebetulan taman samping sedang di perbaiki, mudo aku ajak ngeliat tukang yang sedang kerja. Mudo langsung nanya dimana tempat dia masak nasi minyak nantinya. Tukang pun menjelaskan kalau nanti akan di bikin tungku permanen yang bulat untuk panci masak mudo Tarmizi yang gedeee banget! Mendengar akan ada tungku, mudo Tarmizi menolak di buatkan tungku tertutup. Beliau minta dibuatkan tungku biasa saja. Alasannya, kalau tungku biasa, apinya bisa di atur. Saat nasi siap untuk di tanak, kayu apinya akan di tarik keluar unuk mendapatkan api yang sangat kecil. Omongan mudo ini aku ingat-ingat, sehingga pas aku nyoba bikin sore tadi, aku menggunakan api yang sangat kecil untuk menanak nasi.
Untuk proses pembuatannya, mudo cerita kalau beliau menggunakan cara pembuatan yang beda dari biasanya. Misalnya, kalau di tempat lain bumbu lautnya digiling halus dan dimasak dengan nasi, sementara kalo versi mudo Tarmizi ini, bumbunya ditumbuk kasar, di rebus hingga mendidih, ampasnya dibuang dan yang di gunakan adalah airnya saja. Di bantu kak Ika, sore tadi mulailah aku bikin nasi minyak. Proses pembuatannya sebenarnya sederhana banget, apalagi kalau gak banyak. Yang perlu di perhatikan saat beras di aron, pada tahap ini, beras harus diaduk terus menerus supaya bumbunya rata dan tidak lengket di panci. Setelah adonan di aron, tutup panci rapat-rapat, sambil sesekali diaduk-aduk hingga nasi tanak. Mulai dari menumis bumbu hingga menanak nasi, cukup menggunakan 1 buah panci saja. Saat beras mulai diaron, api nya cukup kecil saja. Menggunakan panci yang beralas tebal merupakan syarat mutlak agar matangnya rata dan tidak mentah. Setelah matang, sajikan dengan taburan bawang goreng. Sayang, aku tadi udah terlalu capek bikin nasi minyak (sambil nonton dvd rame-rame siih...hihihihi) jadi udah gak sanggup bikin kari. Bawang goreng pun juga lupa di siapin. Untung deh, ada ayam goreng dan rendang buatan si Umi untuk persiapan sahur nanti udah matang. Yummeee!!! Fotonya pun ngebut, karena udah mau berangkat tarawih bareng (Papaku, si Mas, bang Riri, Kak Ika, Dea, Tona, dan keponakannya Icha). Besok udah puasa, cihuy!
Ini resepnya ya...
NASI MINYAK
Mudo Tarmizi-nya Camelia
Bahan :
1 kg beras (jangan gunakan beras yang pulen)
60 gr minyak samin
6 sdm minyak sayur
5 btr bawang merah, iris
5 btr bawang merah (untuk dihaluskan)
5 btr bawang putih
1 ruas jahe (lk. 3 cm)
100 gr saus tomat
1 btr tomat, iris kasar
3 btg daun bawang, iris
1/2 - 1 sdt bumbu kari bubuk (sesuai selera)
10 btr merica hitam (ini tambahan dari aku aja)
600 ml air
100 ml susu cair
1 sdm kaldu sapi bubuk
1 sdm garam (sesuaikan)
1 sdt gula (susuaikan)
Beberapa lembar daun kari
-----> giling halus bawang merah, bawang putih dan jahe
Bumbu yang di tumbuk kasar (bumbu laut) :
4 bunga lawang (pekak)
14 btr kapulaga putih
10 btr kapulaga hijau
1 biji pala
12 btr cengkeh
1 sdm adas manis
2 bunga pala kering (aku gak pake)
Caranya :
Didihkan air bersama bumbu yang dihancurkan kasar, (dan merica hitam bulat) biarkan hingga benar-benar mendidih (gunakan api sedang saja), saring, ambil airnya saja, sisihkan.
Kalau di rumahku, urusan nasi minyak selalu diserahkan ke Mudo Tarmizi (Mudo=Paman), beliau masih keluarga Papaku. Udah dari jaman aku SD, Ibuku hanya percaya dengan mudo Mizi (panggilan beliau) untuk nasi minyaknya. Tiap ada acara, mudo Mizi selalu dipanggil ke rumah. Sudah ada tungku dan panci besar yang disiapkan khusus untuk bikin nasi minyak ini. Dengan gesitnya, mudo Mizi udah belanja bahan dan menyiapkan kayu bakarnya. Begitu pula kalau keluargaku bikin acara di dusun, mudo Mizi-pun akan di bawa serta beserta peralatannya. Walaupun sejak Ibuku udah gak ada, kami mulai memakai jasa catering (kalo dulu Ibuku selalu masak sendiri, berapapun jumlah tamunya *love you Bu!*), kami hanya pesan lauk pauk saja karena untuk nasi minyak, hingga kini masih dibuat oleh mudo Mizi di samping rumahku. Nasi minyak ada beberapa versi, ada yang warnanya kuning, ada yang kemerahan dan ada yang kecoklatan. Nasi minyak buatan mudo, termasuk yang berwarna kecoklatan. Aku dan abang-abangku selalu merasa nasi minyak buatan beliau memang yang paling enak.
Di hari-hari tertentu seperti pembukaan ataupun penutupan pengajian, juga pada hari besar Islam (seperti maulid Nabi Muhammad dan Isra' Mi'raj), acara pengajian di rumah menjadi lebih panjang karena penceramahnya akan lebih dari satu orang. Hidangannya pun akan beda dari biasanya. Di hari itu, yang di sajikan yaitu nasi minyak dan lauk pauknya. Begitu pula hari Selasa lalu, karena udah mau puasa, pengajian di rumah ditutup sementara, dan akan di buka lagi setelah lebaran nanti. Mudo Mizi sudah diberi tahu jauh-jauh hari (kebetulan beliau aktif di pengajian juga) untuk membuat nasi minyak, katering juga sudah di hubungi. Aku, abang-abangku dan ipar-iparku diwanti-wanti oleh Papaku untuk bantu-bantu di hari penutupan itu. Karena seperti biasanya, tiap kali penutupan ataupun pembukaan pengajian, peserta pengajian yang hadir akan lebih banyak dari biasanya. Saat begitu, Papaku paling alergi kalau makanan kurang. Dia bisa bete berat kalo ada tamu yang tidak kebagian makanan.
Ternyata, jumlah jamaah yang datang melebihi perkiraan. Biasanya berjumlah ratusan orang, di acara penutupan Selasa lalu jauh melampaui angka seribu orang. Alhamdulillah, tentu saja ini merupakan berkah untuk keluargaku. Di tengah-tengah acara, mudo Mizi diajak kak Ika keluar untuk melihat jumlah tamu yang membludak, karena sepertinya pesediaan nasi tidak mencukupi, mudo minta tambah 3 karung beras lagi yang tinggal di jemput di toko milik keluargaku. Untuk tambahan lauknya, cukup dibeli dari beberapa rumah makan. Alhamdulillah, hingga akhir acara, baik nasi maupun lauk-pauk, cukup untuk semuanya. Salut banget sama mudo Tarmizi yang sempat masak nasi putih dari 3 karung beras (60 kg) yang selesai tepat saat waktunya makan.
Selesai acara, aku dan kak Ika ngebayangun sepertinya asik juga kalo bisa bikin sendiri. Tentu saja, bukan untuk skala besar seperti mudo Mizi (kalo itu, ya jelas gak gampang, karena teknisnya pasti beda), tapi untuk di kosumsi di rumah aja, kalo lagi kangen nasi minyak. Kita sepakat buat nanya langsung sama ahli-nya, ya mudo Tarmizi sendiri. Hari Kamis pagi, waktu aku dan kak Ika ngobrol di ruang tengah, mudo Mizi-pun muncul, ikutan ngobrol bareng. Kak Ika langsung nanya resep nasi minyak. Ternyata mudo gak pelit resep, beliau langsung nyebutin bahan-bahan dan caranya yang langsung di catat sama kak Ika. Tapi karena mudo biasa bikin dalam jumlah banyak, resepnya pun per-20 kg-an. Kita sempat ketawa geli ketika mudo bingung menjelaskan soal takaran, banyak yang sulit untuk di tebak jumlah pastinya. Misalnya, untuk garam, mudo pake ukuran genggam, tentu saja ukuran genggaman tangan mudo Mizi sendiri, dengan polosnya mudo menerangkan kalo genggamannya keatas, bukan genggam kebawah karena nanti jumlahnya akan beda...hahahahaha....
Mendengar suara kami, Papaku keluar dari kamar, ikutan duduk dan mulai bicara soal persiapan penutupan pengajian di dusun hari Jum'at lalu. Sayang banget mudo Mizi hari Jum'at itu udah di-booking buat masak di acara orang lain. Semula Papa minta aku dan kak Ika belanja bahan untuk di masak di dusun. Tapi karena jalan sedang jelek-jeleknya, biasanya ke dusun cuma 2 jam, sekarang bisa hampir 4 jam, khawatir bahan mentahnya gak akan segar lagi sampai di sana. Papa setuju lauknya di masak di rumah Jambi aja, lalu di masukkan ke termos-termos besar (Ibuku punya buanyaaaak termos gede, lihat hasil bongkar gudangku di sini). Kata mudo, Ibuku dulu juga pernah begitu, jadi keluargaku yang di dusun cuma masak nasi putih dan nyiapin piring-piring saji saja (di sana, gak pernah prasmanan, selalu di sajikan). Mudo-pun setuju untuk membantu memasak kari yang jadi salah satu lauknya, nanti akan di antarkan ke rumahku Jum'at pagi (kari made-in mudo Tarmizi enak juga lho..).
Hari itu juga aku, kak Ika dan mudo Tarmizi pergi belanja bahan di pasar Angso Duo. Di perjalanan mudo Tarmizi lanjut bercerita tentang pembuatan nasi minyaknya. Untuk bumbunya, mudo menyebutnya "bumbu laut'. Tinggal bilang ke tukang bumbu berapa jumlah beras yang akan dimasak, nanti di buatkan oleh yang jual. Aku sempat lesu karena kalo bumbunya di giling, hopeless dah buat tau campuran bumbunya. Ternyata kata mudo bumbunya utuh, cuma di campur saja, nanti di hancurkan sendiri. Sampai pasar, aku dan kak Ika ogah turun dari mobil. Lha di dalam mobil aja, bau pasarnya udah menyengat banget, belom lagi keliatan becek di sana sini. Pasar Angso Duo ini pasar terbesar di Jambi, tapi udah tua bangeeeet. Terkesan kotor dan baunyaaa...ampun dah. Makin lama makin gak teratur aja. Gak sabar ngeliat pasar ini pindah ke tempat yang layak (udah lama banget cerita pindahnya tapi blom pindah-pindah juga). Ibuku dulu suka belanja di pasar ini, karena apa aja ada, seperti one-stop-shoppinglah...hihihihi... Syukurlah mudo Mizi langsung menawarkan diri buat turun sendiri, jadi kita berdua nunggu di mobil aja, sementara mudo yang belanja belanji...whoa ha ha ha ha...
Mudo Tarmizi ternyata gak cuma beliin kita bumbu laut aja, tapi lengkap dengan minyak sayur, minyak samin, susu dan saos tomatnya sekalian supaya bisa langsung belajar bikin...hahahaha... abis belanja, aku dan kak Ika ke seberang kota nganter mudo Mizi pulang ke rumahnya. Sampai di rumah, gak sabar aku dan kak Ika buka bungkusan "bumbu laut" yang di beli tadi. Bumbu yang di beli untuk 20 kg beras. So, rempah yang udah di campur, kita pisahkan berdasarkan jenisnya, di timbang, lalu di catat. Semua bumbu dibagi 4 (untuk ukuran 5 kg beras), termasuk jumlah minyak samin-nya. Kemarin, kak Ika datang bawa sebaskom nasi minyak buatannya. Rasanya udah mirip dengan buatan mudo Tarmizi (ya gak mungkin sama lah, kan tangannya beda). menurutku udah enak koq. Tapi karena kak Ika pake beras pulen yang ada di rumahnya, nasi minyaknya terasa agak terlalu lembut. Memang saat memberikan resep, Mudo spesifik sekali menyebutkan merk "beras anggur" untuk nasi minyaknya. Aku gak tau di luar Jambi ada apa tidak beras anggur, tapi untuk gambaran, beras anggur ini kalo di masak, gak terlalu nempel satu sama lainnya. Lembut tapi tetap bisa di hambur *bingung nyari kata yang tepat* kira-kira begitulah....
Ngeliat keberhasilan kak Ika bikin nasi minyak kemarin, aku pun jadi penasaran pengen nyoba bikin sendiri juga. Karena kak Ika bikin 5 kg, dan hasilnya banyak banget, bumbu yang sudah di hitung untuk 5 kg beras, aku takar ulang sehingga pas untuk 1 kg beras saja. Saat lagi asik-asiknya ngitung-ngitung bahan siang tadi, mudo Mizi mampir kerumah. Kebetulan taman samping sedang di perbaiki, mudo aku ajak ngeliat tukang yang sedang kerja. Mudo langsung nanya dimana tempat dia masak nasi minyak nantinya. Tukang pun menjelaskan kalau nanti akan di bikin tungku permanen yang bulat untuk panci masak mudo Tarmizi yang gedeee banget! Mendengar akan ada tungku, mudo Tarmizi menolak di buatkan tungku tertutup. Beliau minta dibuatkan tungku biasa saja. Alasannya, kalau tungku biasa, apinya bisa di atur. Saat nasi siap untuk di tanak, kayu apinya akan di tarik keluar unuk mendapatkan api yang sangat kecil. Omongan mudo ini aku ingat-ingat, sehingga pas aku nyoba bikin sore tadi, aku menggunakan api yang sangat kecil untuk menanak nasi.
Untuk proses pembuatannya, mudo cerita kalau beliau menggunakan cara pembuatan yang beda dari biasanya. Misalnya, kalau di tempat lain bumbu lautnya digiling halus dan dimasak dengan nasi, sementara kalo versi mudo Tarmizi ini, bumbunya ditumbuk kasar, di rebus hingga mendidih, ampasnya dibuang dan yang di gunakan adalah airnya saja. Di bantu kak Ika, sore tadi mulailah aku bikin nasi minyak. Proses pembuatannya sebenarnya sederhana banget, apalagi kalau gak banyak. Yang perlu di perhatikan saat beras di aron, pada tahap ini, beras harus diaduk terus menerus supaya bumbunya rata dan tidak lengket di panci. Setelah adonan di aron, tutup panci rapat-rapat, sambil sesekali diaduk-aduk hingga nasi tanak. Mulai dari menumis bumbu hingga menanak nasi, cukup menggunakan 1 buah panci saja. Saat beras mulai diaron, api nya cukup kecil saja. Menggunakan panci yang beralas tebal merupakan syarat mutlak agar matangnya rata dan tidak mentah. Setelah matang, sajikan dengan taburan bawang goreng. Sayang, aku tadi udah terlalu capek bikin nasi minyak (sambil nonton dvd rame-rame siih...hihihihi) jadi udah gak sanggup bikin kari. Bawang goreng pun juga lupa di siapin. Untung deh, ada ayam goreng dan rendang buatan si Umi untuk persiapan sahur nanti udah matang. Yummeee!!! Fotonya pun ngebut, karena udah mau berangkat tarawih bareng (Papaku, si Mas, bang Riri, Kak Ika, Dea, Tona, dan keponakannya Icha). Besok udah puasa, cihuy!
Ini resepnya ya...
NASI MINYAK
Mudo Tarmizi-nya Camelia
Bahan :
1 kg beras (jangan gunakan beras yang pulen)
60 gr minyak samin
6 sdm minyak sayur
5 btr bawang merah, iris
5 btr bawang merah (untuk dihaluskan)
5 btr bawang putih
1 ruas jahe (lk. 3 cm)
100 gr saus tomat
1 btr tomat, iris kasar
3 btg daun bawang, iris
1/2 - 1 sdt bumbu kari bubuk (sesuai selera)
10 btr merica hitam (ini tambahan dari aku aja)
600 ml air
100 ml susu cair
1 sdm kaldu sapi bubuk
1 sdm garam (sesuaikan)
1 sdt gula (susuaikan)
Beberapa lembar daun kari
-----> giling halus bawang merah, bawang putih dan jahe
Bumbu yang di tumbuk kasar (bumbu laut) :
4 bunga lawang (pekak)
14 btr kapulaga putih
10 btr kapulaga hijau
1 biji pala
12 btr cengkeh
1 sdm adas manis
2 bunga pala kering (aku gak pake)
Caranya :
Didihkan air bersama bumbu yang dihancurkan kasar, (dan merica hitam bulat) biarkan hingga benar-benar mendidih (gunakan api sedang saja), saring, ambil airnya saja, sisihkan.
- Dalam panci yang beralas tebal, panaskan minyak sayur dan minyak samin. Masukkan bumbu halus, bumbu kari dan bawang merah iris. Masak hingga bawang kekuningan.
- Masukkan tomat, aduk. Tambahkan saus tomat dan separuh air yang sudah di bumbui tadi (agar saus tomat tidak mengering dan lengket). Aduk.
- Masukkan garam, kaldu bubuk, bumbu kari dan gula. Aduk-aduk hingga larut. Setelah mendidih, masukkan sisa air, susu daun kari dan daun bawang, aduk hingga mendidih dan tomat terlihat mulai hancur.
- Kecilkan api, masukkan beras yang telah di cuci, aduk hingga rata. Aduk terus hingga beras aron. Tutup rapat, sambil sesekali di aduk, hingga nasi matang.
PS : Jumlah air, sesuaikan dengan jenis beras. Kalau beras yang pulen, tentu airnya harus sedikit dikurangi agar nasi tidak terlalu lembek. Apabila nasi masih terasa mentah, namun nasi sudah mengering, boleh di tambahkan air sedikit-sedikit sambil diaduk. Gunakan api kecil agar nasi benar-benar tanak.
-SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA DI BULAN RAMADHAN-
0 comments:
Post a Comment