Kenalin, namanya Ava...
Hello!!!!!!!!!!!! *hug hug n' kiss kiss*
Apa kabar semuanyaaa? baik-baik saja kaaan..??
Hadeuwwwww...rasanya udah lama buanget gak nge-blog. Hampir satu tahun gak di update! Kangen deh pengen bikin-bikin dan cerita lagi di sini. Padahal, udah sering banget lho kepikiran pengen kedapur...tapi yah cuma kepikiran doang, gak di eksekusi juga...hehehehe...
Eniwey...
Ini niih, yang sekarang bikin aku sibuk. Yup kenalin ya, putri mungilku, Ava. Nama lengkapnya, Ava Sofia Imannora... namanya, asli dari pemikiran Mama-nya (ya aku lah yaa..hehehe). Ayahnya alias si Mas, cuma meng-oke-kan aja...(yah, mungkin doi juga tau, kalo gak oke pun aku tetap bakalan ngotot...*heehee*). Namanya aku ambil dari mana-mana... yang artinya begini nih...
Ava : Dalam bahasa Persia, artinya irama yang merdu atau suara yang indah..
Sofia : Juga dalam bahasa Persia artinya bijaksana..
Imannora : Perpaduan kata Iman + Nora. Kata "Nora" juga dari bahasa Persia yang artinya Cahaya (Nuur). Jadi, Imannora maksudnya Cahaya Iman (Nur Iman).
Harapan Mamanya, anaknya ini akan menjadi wanita yang bersuara indah, bertutur kata lemah lembut (kebalikan Mamanya yang suaranya cempreng...hihihi), bijaksana dalam segala tindakannya dan tentu saja menjadi muslimah yang bercahaya iman. (BTW, Ava Sofia juga nama sebauh masjid yang indah di Turkey, semoga putriku nantinya juga bisa membawa perubahan untuk kebaikkan...Amiiin)
Alhamdulillah, putriku ini anaknya gak rewel. Hepi-hepi aja bawaanya. Mungkin karena emang dari dalam perut sudah sering aku ajak bicara ya (thank you buat semua info Ibu hamil di internet...hehehe). Aku sering ajak komunikasi tentang kegiatanku dan Ayahnya. Kalo aku baru tau hamil setelah lewat dari 3 bulan, lahirnyapun terhitung kejutan juga. Lebih cepat 3 minggu dari perkiraan, tapi lahirnya pas hari pertama masuk minggu ke 37. Sedikit cerita tentang hari kelahirannya yaa...
Hari Selasa, si Mas baru balik dari Jakarta setelah menyerahkan berkas-berkasku. Saat beliau pulang, aku cerita kalo aku ngerasa udah gak nyaman dengan kehamilanku (ternyata hamil bisa bikin jenuh juga...am I the only one?? *wonders*...). Bukan apa-apa, karena memang minggu-minggu terakhir ini, tensi darah ku meningkat. Sama dokter di suruh istirahat melulu, sementara aku merasa gak ada perubahan. Kaki dan tangan membengkak sejadi-jadinya. Segala posisi duduk dan tidur yang disarankan, tetap tidak ada perubahan. Mendengar keluhanku, suamiku membawa aku ke dokter hari Kamisnya, lebih cepat dari jadwal periksa yang biasanya hari Sabtu. Habis maghrib, kami ke dokter. Sampai di sana wajah dr. Sindhung yang biasanya datar aja, mulai terlihat beda. Biasanya beliau nyantai banget dengar semua keluahanku. Malam itu juga aku disuruh test urine di lab yg gak jauh dari tempat beliau praktek dan hasilnya ditunggu. Aku dan si Mas, sambil ketawa tawa, jalan kaki ke lab dan balik lagi ke dokter Sindhung.
Setelah melihat hasil tes ku, dokter Sindhung mulai terlihat tenang seperti biasa lagi (atau pura-pura tenang yaa??? hahaha...), katanya, kadar protein di urine ku tinggi. "Ibu malam ini istirahat di rumah sakit aja ya bu, kalo di rumah sakit ada oksigen, supaya Ibu tidurnya nyenyak.." begitu katanya. Aku yang malas pindah ke rumah sakit karena udah malam, minta masuknya besok pagi-nya saja...lagi dengan tenang tapi maksa dokternya bilang "Malam ini aja bu, nanti tengah malam saya mampir ke rumah sakit meriksa keadaan Ibu, kalau malam ini Ibu tidurnya nyenyak, ya besok Ibu bisa pulang ke rumah..."...aku pun langsung mati kutu, Apalagi si Mas juga udah melotot nyuruh aku ikut omongan dokter.
Dalam perjalanan pulang, aku nagih janji si Mas yang mau ngajak makan martabak India sebelum ke dokter tadi. Tapi si Mas maksa pulang dulu ke rumah, siap-siap buat ke rumah sakit dan memberi tahu Papaku. Sampe rumah, bawa baju seadanya (karena kata dokter aku cuma istirahat doang) kami berangkat ke rumah sakit. "Kami" maksudnya rombongan yang mengantar aku...Ada Papa, aku dan si Mas satu mobil, dan mobil satu lagi, ada sahabat kami Sandy yang bawa Wiwin dan Ina yang kerja di rumah saat itu untuk menemaniku nanti di rumah sakit. Sampai di RS, aku ke UGD, menyerahkan surat dokter Sindhung. Aku rada heran juga karena petugas yang menerima surat seperti panik dan bingung melihat pasiennya ternyata aku yang berjalan nyantai aja. Ditawari kursi roda sampe tempat tidur dorong aku gak mau, karena memang masih bisa jalan koq.
Aku di antar ke bagian bersalin, disuruh pipis dengan alasan nanti kalau sudah diatas tempat tidur, aku gak boleh turun-turun lagi dan harus pakai kateter. Aku jelaskan kalau aku cuma disuruh istirahat doank, dan besok boleh pulang. Jadi gak perlu pake kateter (aku paling benci pake kateter, rasanya kayak mau pipis aja..*anyang-anyangan*). Perawatnya cuma meng-iyakan saja, tapi tetap sama rencana semula. Akupun disuruh istirahat di ruang bersalin yang kecil dan hanya ada 1 tempat tidur doank. Suamiku dan Sandy sibuk minta kamar rawat inap biasa, yang ukurannya normal, karena aku harus istirahat, tapi perawatnya bersikeras kalau perintah dokter aku harus diruangan itu. Gak lama, bang Iqbal dan mba' Dwi istrinya datang juga. Semakin rame deh yang menungguiku di rumah sakit...hahahaha... Gak lama dokter Sindhung beneran datang ke RS memeriksa keadaanku. Aku cuma dipasang infus, dan disuruh santai dan tidur saja. Karena sudah malam, aku bilang ke Papa dan lainnya supaya pulang aja istirahat, karena aku keliatannya gak ada masalah yang berarti, sesuai kata dokter tadi, cuma perlu tidur doang. Akhirnya tinggalah aku sama si Mas yang siap-siap tidur di lantai. Rada kasian juga sama si Mas, sudahlah tidur di lantai, beliau juga kena omelanku karena gak jadi beliin aku martabak, soalnya pas masuk RS, aku sudah dilarang makan, padahal perutku udah lapar beraaaat.....hahahahaha....maaf ya say!
Semalaman ntah kenapa aku gak bisa tidur, ntah karena kateter yang bikin super gak nyaman atau memang tempat tidurnya yang gak nyaman untuk aku yang perutnya udah besaaar banget. Si Mas aku bangunkan dan aku minta pulang, istirahat di rumah aja, karena di RS, aku malah gak bisa tidur. Mungkin karena udah kena omelanku dan gak mau aku ngomel lagi, beliau keluar, sebentaaar banget, pas masuk lagi, si Mas cerita kalo dia sudah ngomong dengan suster..bla..bla..bla...kesimpulannya, aku memang harus di RS sampai besok pagi. Kentara banget boongnya, cukup dengan pelototanku, akhirnya si Mas ngaku sambil senyam senyum bilang kalo tadi dia cuma muter aja diluar, dia tengsin ngomong ke perawat minta keluar RS malam-malam, dan minta aku bersabar aja nunggu pagi...huu..dasar.. sambil gerutu aku bilang ya udah, besok aku ngomong sendiri aja minta pulang.
Gak lama, aku lihat jam, sudah menunjukkan jam 3 lewat...si Mas baru mulai tertidur... Jam 3.50 pagi, aku merasa perutku sakit...tapi gak lama. Melihat si Mas kelelahan, aku gak mau membangunkan, walaupun sakit itu muncul sesekali. Jam 4 lewat, aku mulai gak tahan, si Mas aku bangunkan, karena sakitnya mulai terasa, dan makin lama, makin sering. Si Mas, langsung memanggil perawat. Jam 5 kurang dikit, aku mulai gak tahan, sakitnya udah bikin nangis. Suster udah berkali-kali masuk ke kamar untuk menenangkan. Si Mas yang mulai panik, langsung nelfon iparku, kak Ari (istrinya bang Mubaraq) yang pernah jadi perawat, untuk segera ke rumah sakit.menemani aku. Jam 6 lewat, kak Ari dan bang Baraqpun datang ke rumah sakit. Saat itu kontraksi ku sudah semakin sering. Papa pun datang juga pagi itu dan mulai menasehati ku untuk sabar dan selalu ngucap nama Allah SWT.
Jam 8, dokter Sindhung datang, dan bilang kalau aku akan di operasi hari itu juga. Karena sudah gak tahan sakitnya, aku minta di operasi secepatnya, tapi dokter minta aku tahan dulu, karena akan di beri suntikan penguat paru untuk bayiku dan aku pun di beri obat penurun tensi. Apalagi hari itu hari Jum'at, operasi baru bisa dilakukan jam 1 siang setelah sholat jum'at. Aku rasanya mau menjerit kencang membayangkan masih lamanya harus menunggu sambil menahan sakit. Rasanya waktu berjalan sangat lamban, apalagi jam dinding di ruangan itu langsung ke mataku, sepertinya jarum jam gak bergerak sama sekali. Beberapa kali aku di tensi tapi darahku gak turun banyak. Beberapa kali pula suster datang dan menghiburku untuk tenang supaya tensiku lekas turun. Karena semua usaha mereka untuk menurunkan tensiku sudah maksimal, tidak ada yang bisa di lakukan lagi.
Jam 1 kurang, aku disiapkan untuk masuk keruang operasi. Aku masih nangis terus, bukan karena takut dioperasi, tapi karena memang aku kesakitan. Sebelum masuk ruang operasi, aku lihat banyak keluarga dan teman-temanku yang menunggu di depan ruangan. Semua disuruh melihatku sebelum masuk ke ruangan, senang rasanya mengetahui kalau aku gak sendirian. Setelah pamit dengan Suamiku, akupun masuk ke ruang operasi. Saat di ruangan operasi, ternyata dokter juga masih menunggu tensiku turun, kalau tidak salah, terakhir tensiku aku dengar 147. Dokter Sindhung terlihat berfikir agak lama, kemudian beliau bilang oke. Aku di minta duduk untuk dimasukkan bius ditulang belakangku. Aku ingat, temanku, Christine pernah cerita kalau ini proses yang lumayan bikin sakit, tapi ntah karena sakit di perutku lebih sakit, aku gak terasa sama sekali saat suntikan dimasukkan. Aku justru merasa lega, karena setelah itu, sakitku hilang, dan rasa gak nyaman dari kateter sialan itu pun hilang...cihuuy...
Sayang banget ternyata suamiku tidak diperkenankan masuk selama operasi berlangsung. Aku sendiri gak merasa apapun, petugas yang membantu jalannya operasi, sibuk mengajakku bercerita, padahal aku lumayan ngantuk. Ditengah-tengah, aku merasa susah bernafas, aku coba terus tapi seperti ada yang bikin tersendat, aku bilang "Gak bisa nafas, gimana nih.." aku dengar petugas yang tadi ngajak aku ngobrol bilang gini "Ayo bu, terus tarik nafasnya, anak Ibu juga sesak..ayo bu, bantu anaknya!"...aku jadi semangat berusaha tarik nafas terus, sampai tiba-tiba nafasku terasa mendadak lega..."anak Ibu sudah keluar bu, perempuan"...lalu terdengar tangis bayi. Rasanya legaaaa banget, gak tau deh mesti bilang apa. Aku bingung juga kenapa bayiku gak langsung di perlihatkan ke aku (kayak di film gitchuuu..hehehe). Tapi aku terlalu ngantuk buat nanya, sama perawatnya pun aku dikasih tau, sekarang boleh tidur kalau mau. Gak lama, terdengar sudara suster yang bilang kalau berat bayiku 4.150gr...lumayan bikin dokter Sindhung kagum.."Waaah, besar bu..", padahal menurut perkiraan sebelumnya, bayiku memang lumayan besar, tapi masih di bawah 4 kg.
Tiba-tiba aku dibangunkan.."bu, ini anaknya"...rasanya seperti mimpi melihat bayi mungil yang dibungkus kain hijau. Kata pertama yang keluar dari mulutku cuma "Avaaa...", setelah aku cium, bayiku pun di bawa lagi oleh perawatnya. Tenyata, kata suamiku, keluar dari ruang operasi, anakku buru-buru dibawa keruangan bayi dan sempat diberi oksigen. Mungkin itu sebabnya, setelah lahir gak langsung di perlihatkan ke aku. Inilah yang sebenarnya di khawatirkan dokter Sindhung, sehingga harus dioperasi hari itu juga. Karena mencegah bayi ku sesak karena preeklamsia. Aku bersyukur sekali dan sangat berterima kasih sama dr. Sindhung yang sudah mengambil tindakan-tindakan yang dianggapnya perlu. Aku memang sudah tau kalau aku akan dioperasi karena diabetesku, tetapi tidak menyangka akan lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Alhamdulillah, dr. Sindhung bawaanya tenang, jadi aku pun lebih fokus ke tujuanku untuk melahirkan anakku tanpa memikirkan hal-hal yang akan membuatku panik. Dokterku ini orangnya pendiam lho, kalo periksa, aku aja yang cerewet nanya ini itu...hehehehe...
Lega, senang, bahagia, semua rasa campur aduk. Gak henti-hentinya aku bersyukur pada Allah SWT bayi ku keadaanya sehat dan tidak kurang satu apapun. Alhamdulillah. Semua yang aku bayangkan menjadi kenyataan. Bayiku lahir langsung dikelilingi sanak keluarga dan teman-temanku yang menyayanginya. Selama di rumah sakitpun, tamu yang berkunjung gak henti-henti, sampai bikin perawatnya bingung melihat keluarga besar kami yang memenuhi kamar rawat inapku. Rasa sedih mengingat Ibuku dan abang Sadat yang sudah tiada dan tidak dapat melihat anakku tertutupi dengan canda tawa sanak saudaraku.
Itulah cerita yang lumayan panjang jadinya...hehehe...tentang kelahiran putriku yang aku sayangi. Bahagia sekali rasanya sekarang aku bisa memanggil diriku sendiri "Mama"... dan walaupun memang benar cerita orang-orang selama ini kalo punya bayi itu melelahkan dan sangat menyita waktu, tapi di malam hari, melihat Ava tertidur, rasanya tidak ada kebahagiaan lain yang bisa menandingi kehadirannya di tengah-tengah kami.
Naaah...
Inilah sebabnya aku cuti dulu baking-bakingnya. Tanggal 17 kemarin, Ava genap berusia 7 bulan. Sudah bisa tengkurap sambil berusaha merangkak. Gak suka di suruh duduk, tapi maunya berdiri sambil dipegangin. Sudah suka makan, makananya apa aja yang di blender Mamanya...hehehe...paling suka kentang, apapun yang di campur kentang, Ava akan memakannya dengan senang hati. Yup, saat ini Ava memang makan makanan yang dibuat sendiri. Campuran aneka sayuran, baru setelah usia 7 bulan ini, makanannya ditambah ikan salmon. Alhamdulillah, Ava, gak alergi.
Hummm...jadi kepikiran mau nambah kategori baru di blog ini, supaya lebih bervariasi. Rencananya mau nambah bagian "Grocery"...isinya aneka produk yang menurutku layak untuk di coba. Sejak, punya bayi, aku lebih teliti sama barang-barang yang aku beli, kayaknya menarik juga kalo berbagi di sini. Cocok gak ya..?..Oh, well...we'll see...hehehehe...
O ya, aku juga upload video foto-foto Ava, 3 bulan pertama dalam kehidupannya :
Mudah-mudahan dalam beberapa ini aku bisa ke dapur lagi, resep-resep yang ingin aku coba udah menumpuk minta segera diwujudkan jadi kenyataan...so stay tune!
0 comments:
Post a Comment